Skip to main content
nenek

Di Usia Senja, Supiah Masih Jadi Tulang Punggung Keluarga

Kota Bengkulu (AMBONEWS) - Banyak dari mereka yang berusia lanjut, dengan kondisi fisik mulai melemah, ternyata tak hilang tekad dalam berjuang menghidupi diri dan keluarganya. Terlebih lagi apabila mereka masih menjadi tumpuan keluarga. Tak ada istilah pensiun untuk mereka yang masih bekerja meski usia telah beranjak senja. Berikut ini adalah kisah Supiah (71) penjual keong air tawar dan kerupuk opak yang masih gigih mencari rezeki.

Supiah (71), di tengah himpitan ekonomi membuat dirinya harus tetap bekerja, meski harus berjuang dengan kondisi tubuh yang tak lagi prima. Bermodalkan boks plastik usang yang berisikan jajanan tutut (keong air tawar yang biasa diolah menjadi cemilan/makanan) serta kerupuk opak yang dibawanya, Supiah dengan semangat memulai untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah.

Setiap hari, Supiah menempuh jarak sejauh 2-3 kilometer dari rumahnya dengan berjalan kaki. Sesekali, ada orang yang berbaik hati memberinya tumpangan sampai ke tempat ia bekerja.

Supiah sendiri biasa menjajakan dagangannya dari siang hingga sore hari dikawasan wisata pantai pasir putih Kota Bengkulu. Profesi ini sudah ditekuninya sejak beberapa tahun lalu, semenjak kondisi kesehatan sang suami yang semakin menurun dan tak lagi berdaya. Jadi, Supiah harus menggantikan suaminya bekerja mencari nafkah dan menjadi tulang punggung karena hanya dengan cara itulah ia dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka berdua, sementara anak-anak dari Supiah tak bisa banyak membantu, karena kondisi yang tak jauh lebih baik dari dirinya.

Disana, Supiah bukan satu-satunya orang yang berjualan kerupuk opak dan tutut di kawasan wisata tersebut. Beberapa orang dengan dagangan yang sama juga tampak berkeliling menjajakan dagangannya sambil membawa boks dan plastik di kanan-kiri tangannya.

Panasnya sengatan matahari yang membakar kulit tak ia hiraukan. Yang dipikirannya ialah bagaimana dagangan yang ia bawa bisa habis terjual. Kerupuk opak yang ia jual perbuahnya hanya di hargai seribu rupiah saja, sementara tutut atau keong lima ribu rupiah perbungkusnya.

Ia bercerita, jika dalam sehari seluruh dagangannya habis terjual ia bisa mendapatkan uang sebesar lima puluh hingga delapan puluh ribu rupiah saja. Terkadang dagangan yang ia bawa masih banyak tersisa. Terlebih ketika hari hujan, tak banyak orang yang datang untuk berkunjung ke pantai. Jika sudah begitu, maka Supiah terpaksa harus pulang dengan uang yang tak seberapa tersebut.

“Ya, kalau lagi ramai orang beli alhamdulillah bisa dapat banyak, bisa lebih cepat pulang ke rumah. Tapi kalau hari hujan biasanya suka sepi, ga ada orang main ke pantai, enggak banyak orang yang beli jadinya,” ucap nya.

Meski melelahkan, Supiah tak pernah sedikitpun menampakkannya di mimik wajahnya. Usia dan fisik yang tak lagi muda, nyatanya tak membatasi Supiah untuk tetap giat dalam bekerja. Senyum manisnya pun selalu menghiasi kala melayani para pembeli, berharap mereka akan dengan senang hati kembali membeli dagangan miliknya suatu saat nanti.

“Ya namanya hidup nak, mau gimana pun ya harus tetap giat kerja. Apa lagi suami sudah tak mampu lagi mencari nafkah seperti dulu. Mau tak mau kita harus giat untuk memenuhi kebutuhan tiap harinya. Kalau dibilang sedih ya sedih, tapi kita harus tetap bersyukur apa pun yang Allah berikan,” pungkasnya. (**).

Disukai