Skip to main content
Bengkulu, 14 Juni 2024 – Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh Kanopi Hijau Indonesia di Bengkulu menemukan bahwa mayoritas pelajar dan mahasiswa di kota tersebut tidak mengetahui bahwa batubara merupakan salah satu penyebab utama krisis iklim.  Temuan ini memprihatinkan, mengingat dampak buruk krisis iklim yang sudah mulai terasa di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Batubara, sebagai salah satu sumber energi utama di Indonesia, menghasilkan emisi gas rumah kaca yang signifikan, berkontribusi p

Krisis Iklim dan Batubara di Bengkulu Imbas Kurangnya Pengetahuan dan Urgensi Edukasi

Bengkulu (AMBONEWS) – Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh Kanopi Hijau Indonesia di Bengkulu menemukan bahwa mayoritas pelajar dan mahasiswa di kota tersebut tidak mengetahui bahwa batubara merupakan salah satu penyebab utama krisis iklim.

Temuan ini memprihatinkan, mengingat dampak buruk krisis iklim yang sudah mulai terasa di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Batubara, sebagai salah satu sumber energi utama di Indonesia, menghasilkan emisi gas rumah kaca yang signifikan, berkontribusi pada pemanasan global dan perubahan iklim.

Kurangnya Pengetahuan dan Dampaknya

Studi tersebut menemukan bahwa:

  • 70% siswa SMP Sint Carolus Bengkulu tidak mengetahui peran batubara dalam krisis iklim.
  • 32,4% mahasiswa Sosiologi Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB) juga tidak mengetahui hal ini.
  • Sebagian besar pelajar dan mahasiswa menganggap sampah sebagai satu-satunya penyebab krisis iklim, sesuai dengan materi pelajaran yang mereka terima.

Kurangnya pengetahuan ini berpotensi memiliki dampak serius di masa depan. Generasi muda yang tidak memahami akar permasalahan krisis iklim akan kesulitan untuk mengambil tindakan yang tepat untuk mengatasinya.

Menurut data Badan Energi Internasional (IEA), batubara menyumbang 44% dari total emisi CO2 global. Pembakaran batubara adalah sumber emisi gas rumah kaca terbesar, memicu perubahan iklim.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan bahwa "dunia telah memasuki era pendidihan global" dan mendesak tindakan segera untuk mengatasi krisis iklim.

Dalam 6-10 tahun ke depan, generasi muda saat ini akan memasuki masa produktif. Ketidaktahuan mereka tentang krisis iklim dapat berakibat fatal bagi masa depan planet ini.

Ali Akbar, Ketua Kanopi Hijau Indonesia, menegaskan bahwa situasi ini menunjukkan kurangnya perkembangan materi pendidikan di Indonesia dan minimnya perhatian pemerintah terhadap krisis iklim dalam hal edukasi.

"Negara, dalam hal ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, bertanggung jawab untuk menanamkan pengetahuan tentang krisis iklim dan transisi energi kepada generasi muda," tegas Ali Akbar.

Ia menambahkan bahwa pemerintah memiliki kekuatan untuk menjangkau seluruh pemangku kepentingan pendidikan di seluruh Indonesia dan menyebarkan informasi penting ini.

Krisis iklim merupakan ancaman nyata bagi masa depan planet ini. Kurangnya pengetahuan tentang batubara dan perannya dalam krisis iklim di kalangan generasi muda di Bengkulu menunjukkan perlunya edukasi yang lebih komprehensif dan masif.

Pemerintah, sebagai pemangku kebijakan, memiliki peran penting dalam memastikan bahwa generasi muda mendapatkan informasi yang tepat dan akurat tentang krisis iklim dan peran mereka dalam mengatasinya. Edukasi yang tepat adalah kunci untuk membangun masa depan yang lebih berkelanjutan.

Disukai